Doksorubisin
merupakan antibiotik antrasiklin yang telah banyak digunakan untuk pengobatan
kanker. Mekanisme kerja doksorubisin melalui tiga mekanisme utama, yaitu (Katzung, 2003):
- memiliki afinitas tinggi sehingga mampu mengikat DNA secara interkalasi dengan menghambat topoisomerase II dan mencegah sintesis DNA dan RNA,
- berikatan pada membran sel kanker sehingga menyebabkan perubahan kondisi cairan sel dan transport ion,
- membentuk radikal bebas semikuinon dan radikal oksigen sehingga meningkatkan proses apoptosis.
Meskipun
memiliki khasiat antikanker yang tinggi, penggunaan doksorubisin dalam
kemoterapi kini semakin terbatas karena efek sampingnya yang telah diketahui
berupa toksisitas pada jantung, ginjal, paru, testis, dan hematologi. Doksorubisin menyebabkan ketidakseimbangan
antara radikal bebas dan antioksidan. Gangguan pada sistem radikal bebas-antioksidan
dapat ditunjukkan dengan peroksidasi lipid dan hasil oksidasi protein yang
menyebabkan kerusakan jaringan (Leena dan Balaraman, 2009).
Beberapa studi
telah mempelajari bahwa doksorubisin dapat meningkatkan besi intrasel, dimana
mencapai 5% dari jumlah total besi intrasel. Keseimbangan besi diregulasi oleh transferrin receptor dan feritin.
Penyimpanan besi dilakukan dengan memasukkan transferin yang bermuatan besi ke
intrasel, yang merupakan penyimpanan besi terakhir, ketika jumlahnya melebihi
kebutuhan metabolisme sel. Transferin dan feritin diregulasi/diatur pada post-transcriptional yang melibatkan
interaksi IRP-1 (Iron Regulatory Protein)
dengan ligan yang spesifik disebut IRE (Iron
Responsive Element) dalam target gen. Doksorubisin dapat mengganggu gugus
Fe-S dalam sitoplasma dan menghambat IRP-1, dimana peran IRP-1 yaitu
mengkondisikan jumlah dari besi dalam sel, sesuai dengan kebutuhan metabolisme
sel. Akumulasi besi intrasel oleh doksorubisin menyebabkan peningkatan stress
oksidatif yang merupakan penyebab toksisitas doksorubisin (Shi et al., 2011).
Mekanisme
antikanker lain dari doksorubisin adalah dengan meningkatkan produksi ROS (reactive oxygen species) dalam tubuh. Hal
ini mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara radikal bebas dan
antioksidan dalam tubuh sehingga terjadi kondisi yang disebut stress oksidatif.
ROS yang menyebabkan stress oksidatif dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
oksigen radikal bebas dan nonradikal bebas. Oksigen radikal bebas dapat
didefinisikan sebagai bahan kimia apapun yang mampu mempertahankan eksistensi
dengan berisikan satu atau lebih elektron tidak berpasangan (Halliwell dan
Gutteridge, 1999). Ketika radikal bebas bereaksi dengan nonradikal bebas, hasilnya
adalah radikal baru, yang dapat mengakibatkan reaksi berantai pembentukan radikal
bebas (Halliwell dan Gutteridge, 1999). Hal ini disebabkan oleh molekul oksigen
yang berlimpah pada organisme aerobik dan juga mudah menerima elektron, propagasi
radikal bebas yang melibatkan ROS adalah peristiwa yang umum terjadi (Rodney et al., 2000).
Oksigen radikal bebas
meliputi • OH, • NO, dan O2 • 2. Nonradikal bebas
termasuk molekul seperti hidrogen peroksida (H2O2).
Masing-masing ROS mampu merusak sebagian besar konstituen seluler, termasuk
DNA, baik oleh tindakan langsung pada DNA atau reaksi dengan konstituen seluler
lain untuk menghasilkan ROS baru. Diduga mekanisme inilah yang menjadi penyebab
utama toksisitas doksorubisin (Rodney et
al., 2000).
Ayla et al. (2011) melaporkan bahwa
penggunaan doksorubisin dapat meningkatkan produksi nitrit oksida (NO) yang
termasuk suatu Reactive Oxygen Species
(ROS). Secara umum, ROS mencakup • OH, NO •, dan O2 • 2.
Nonradikal ROS termasuk molekul seperti hidrogen peroksida (H2O2).
Masing-masing ROS mampu merusak unsur selular, termasuk DNA, baik dengan
tindakan langsung pada DNA atau melalui reaksi dengan konstituen seluler lain
untuk menghasilkan ROS baru. Meningkatnya jumlah ROS ini mampu menimbulkan
kondisi yang disebut sebagai stress oksidatif. Stress oksidatif adalah keadaan
dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralisirnya. Akibatnya intensitas proses oksidasi sel-sel tubuh normal
menjadi semakin tinggi dan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak.